Jumat, 14 Oktober 2011

PENDIDIKAN KAUM TERTINDAS, Paulo Freire


Dalam memahami pendidikan kaum tertindas Freire mencoba memaparkan siswa sebagai subjek dalam proses pembebasan dari kekuasaan. Siswa yang selalu diposisikan sebagai objek selalu disebut sebagai kaum yang tertindas. Dan dalam pandangannya kaum tertindas tidak berusaha untuk mengupayakan pembebasan, tetapi cenderung menjadikan dirinya penindas, atau penindas kecil. Dalam pikirannya selalu melekat ketidakmungkinan untuk terlepas dari belenggu kekuasaan, dan oleh karena itu upaya untuk menindas kembali merupakan suatu hal yang dapat sedikit meringankan beban mereka. Semua ini terjadi karena pada momentum tertentu, dalam pengalaman eksistensial mereka cenderung mengambil sikap “melekat” kepada penindasnya. Dalam keadaan seperti itu kaum tertindas tidak akan dapat melihat “manusia baru” karena manusia itu harus dilahirkan dalam pemecahan kontradiksi ini, dalam suatu proses memudarnya penindasan untuk membuka jalan kearah pembebasan.
Dalam konteks kesadaran kritis benda-benda dan fakta-fakta ditampilkan secara empirik, dalam kausalitas dan saling berhubungan dengan lingkungan sekitar. Dalam pengertian lain, kesadaran kritis berupaya untuk mengintegrasikan diri dengan realitas, yang pada akhirnya lambat-laun akan diikuti oleh aksi atau tindakan. Karena sekali manusia menemukan dan menangkap adanya tantangan, memahaminya, dan merumuskan kemungkinan-kemungkinan memecahkannya, maka ia akan bertindak.Konsep pendidikan melalui kesadaran kritis merupakan suatu bentuk “kritisisme sosial”; semua pengetahuan pada dasarnya dimediasi oleh linguistik yang tidak bisa dihindari secara sosial dan historis; individu-individu berhubungan dengan masyarakat yang lebih luas melalui tradisi mediasi (yaitu bagaimana lingkup keluarga, teman, agama, sekolah formal, budaya pop, dan sebagainya). Pendidikan mempunyai hubungan dialogis dengan konteks sosial yang melingkupinya, sehingga pendidikan harus kritis terhadap berbagai fenomena yang ada dengan menggunakan pola pembahasaan yang bernuansa sosiohistoris.Lebih lanjut, dimaknai bahwa pendidikan kritis yang disertai adanya kedudukan wilayah-wilayah pedagogis dalam bentuk universitas, sekolah negeri, museum, galeri seni, atau tempat-tempat lain, maka ia harus memiliki visi dengan tidak hanya berisi individu-individu yang adaptif terhadap dunia hubungan sosial yang menindas, tetapi juga didedikasikan untuk mentransformasikan kondisi semacam itu. Artinya, pendidikan tidak berhenti pada bagaimana produk yang akan dihasilkannya untuk mencetak individu-individu yang hanya diam manakala mereka harus berhubungan dengan sistem sosial yang menindas. Harus ada kesadaran untuk melakukan pembebasan. Pendidikan adalah momen kesadaran kritis kita terhadap berbagai problem sosial yang ada dalam masyarakat.
Setiap orang pastilah memiliki harapan dalam hidup ini. 


 Perkembangan dirinya di masa yang akan datang. Sehubungan dengan hal 
Setiap orang pada dasarnya mempunyai harapan-harapan akan
tersebut biasanya timbul pertanyaan pada masa depannya. Keberhasilan 
seseorang di masa depan akan diperoleh bila bekerja keras, tetapi selain kerja 
keras juga diperlukan optimis. Setiap orang harus merasa optimis dan memiliki 
semangat yang tinggi dalam mewujudkan suatu perubahan yang lebih baik di hari 
depannya. Sehingga orang yang berpikir optimis di dalam hidupnya akan selalu 
penuh percaya diri. Seseorang yang mempunyai rasa optimis yang besar biasanya 
ia sangat percaya pada dirinya sendiri. Rasa percaya diri merupakan modal utama 
bagi seseorang guna mewujudkan dan mengembangkan potensi dirinya, Mikesell 
(dalam Darmaji, 1989).  

STUDI BANDING GOA PINDUL

PAKET STUDY BANDING Dalam paket studi banding ini kami akan memberikan informasi  berdasarkan pengalaman yang sudah kita lakukan, untuk d...